DASAR-DASAR PENDIDIKAN DALAM HADIS

13.33 Edit Artikel
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan suatu proses pembentukan kepribadian manusia. Karena itu pendidikan dibutuhkan oleh semua, baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu sebagai suatu proses, pendidikan tidak hanya berlangsung pada satu saat saja. Akan tetapi proses pendidikan harus berlangsung secara berkelanjutan. Dari sinilah kemudian muncul istilah, demokrasi pendidikan dan pendidikan seumur hidup (long life education), dan ada juga yang menyebutnya pendidikan terus menerus (continuing education). 
Dasar demokrasi pendidikan bertolak pada pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan. Kemudian daripada itu, dasar pendidikan seumur hidup bertitik tolak atas keyakinan, bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup baik didalam maupun diluar sekolah. Dengan kebijakan tanpa batas-umur dan batas waktu, maka kita mendorong suapaya tiap pribadi sebagai subjek yang bertanggung jawab atas pendidikan terhadap diri sendiri. 
Oleh karena itu, dalam praktiknya pendidikan berlangsung tanpa membedakan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan. Sementara itu belajar tiada batas waktu; artinya tidak ada istilah “terlambat” atau “terlalu dini” untuk belajar. Ini berarti pula tidak ada konsep bahwa “terlalu tua” untuk belajar. Proses dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga manusia meninggal. Dasar ini berarti pula memberikan tanggung jawab pedagogis-psikologis kepada orang tua, lebih-lebih ibu yang mengandung untuk membina kandungannya secara psikis-fisik yang ideal. 
Ilmu dan pendidikan bagaikan dua sisi mata uang. Keduanya merupakan bagian yang tak terpisahkan. Ilmu merupakan objek utama dalam pendidikan. Sedangkan pendidikan merupakan proses dalam “transfer“ ilmu yang umumnya dilakukan melalui tiga cara yakni lisan, tulisan dan perbuatan. Islam sudah sejak dini , tepatnya sejak turunnya wahyu yang pertama kepada Rasulullah Muhammad saw., memerintahkan manusia untuk membaca realitas alam dalam surat Al-Alaq (96) ayat 1–5.
                          
Artinya : 1) Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, 2) Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah, 3) Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah, 4) Yang mengajar (manusia) dengan perantaran qalam, 5) Dia mengajar manusia apa yang tidak diketahuinya.
Bila memperhatikan ayat tersebut tentu dapat dipahami bahwa sejak semula Islam membawa semangat kembar, Tauhid dan Keilmuan. Semangat tauhid tampak pada penyadaran ontologis manusia bahwa ia diciptakan dari segumpal darah, sementara semangat keilmuan tampak pada penyadaran etis bahwa Tuhan selain Pencipta juga pemurah yang memberikan ilmu kepada manusia lewat hasil goresan pena-Nya. Islam menempatkan ilmu pada posisi yang sangat penting, sehingga mencari ilmu itu hukumnya wajib bagi setiap Muslim. Islam juga mengajarkan bahwa dalam menuntut ilmu berlaku prinsip tak mengenal batas-dimensi-ruang dan waktu. Artinya pendidikan itu berlaku seumur hidup. Karena itu, dalam makalah ini akan membahas tentang dasar-dasar pendidikan, yaitu: demokrasi pendidikan dan pendidikan sepanjang hayat dalam perspektif Hadis.
Hemat penulis, Hadis yang terkait dengan tema di atas adalah:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Artinya: “Menuntut ilmu wajib atas setiap Muslim”
اطلبوا العلم من المهد الى اللحد
Artinya: “Tuntutlah ilmu dari buaian sampai ke liang lahat”.
B. Kritik Hadis
1. Hadis Pertama
1.1. Kritik Sanad
Hadis ini berdasarkan penelusuran penulis melalui Program Windows Maktabah al-Syamilah, penulis menemukan Hadis ini berasal dengan berbagai sanad, sebagai berikut:
1- حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ سُلَيْمَانَ حَدَّثَنَا كَثِيرُ بْنُ شِنْظِيرٍ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ وَوَاضِعُ الْعِلْمِ عِنْدَ غَيْرِ أَهْلِهِ كَمُقَلِّدِ الْخَنَازِيرِ الْجَوْهَرَ وَاللُّؤْلُؤَ وَالذَّهَبَ.
(Dalam Sunan Ibn Majah Juz I h. 260).
حدثنا أحمد بن عبد الوهاب قال : نا علي بن عياش الحمصي قال : نا حفص بن سليمان ، عن كثير بن شنظير ، عن محمد بن سيرين ، عن أنس بن مالك قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « طلب العلم فريضة على كل مسلم » لم يروه عن محمد إلا كثير ، ولا عن كثير إلا حفص بن سليمان.
(Dalam kitab Mu’jam al-Ausath li Thabrani Juz 1 h. 12)

حدثنا موسى بن محمد بن حيان ، حدثنا سهل بن حماد ، حدثنا حفص بن سليمان ، حدثنا كثير بن شنظير ، عن ابن سيرين ، عن أنس بن مالك ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « طلب العلم فريضة على كل مسلم »
(Dalam kitab Musnad Abu Ya’la juz 6 h. 384.)
 Berdasarkan paparan Hadis di atas, dapat dikatakan disini bahwa ketiga Hadis di atas diriwayatkan oleh tiga perawi Hadis masing-masing adalah Ibn Majah, al-Thabrani dan Abu Yu’la. Ketiga Hadis tersebut berasal dari Anas bin Malik dengan jalur yang berbeda-beda. 
a. Hadis dari Jalur Ibn Majah dapat dikronologiskan menjadi: Ibn Majah, Hisyam ibn ‘Ammar, Hafs ibn Sulaiman, Katsir ibn Syinzhir, Muhammad Ibn Sirin, Anas ibn Malik, terakhir Rasulullah saw.
b. Hadis Jalur al-Thabrani dapat dikronologiskan menjadi: al-Thabrani, Ahmad ibn ‘Abd al-Wahhab, ‘Ali ibn ‘Iyas al-Hamshi, Hafs ibn Sulaiman, Katsir ibn Syinzhir, Muhammad Ibn Sirin, Anas ibn Malik, terakhir Rasulullah saw.
c. Hadir Jalur Abu Yu’la dapat dikronologiskan menjadi: Abu Yu’la, Musa ibn Muhammad ibn Haiyyan, Sahl ibn Himad, Hafs ibn Sulaiman, Katsir ibn Syinzhir, Muhammad Ibn Sirin, Anas ibn Malik, terakhir Rasulullah saw.
Berdasarkan pemetaan di atas, yang membedakan dalam segi sanad dari masing-masing jalur periwayatan Hadis tersebut adalah pada perawi pada tingkatan keenam dan ketujuh. Jalur Ibn Majah adalah Hisyam ibn ‘Ammar; jalur al-Thabrani adalah Ahmad ibn ‘Abd al-Wahhab dan ‘Ali ibn ‘Iyas al-Hamshi; dan jalur Abu Yu’la adalah Musa ibn Muhammad ibn Haiyyan dan Sahl ibn Himad. Kemudian untuk melihat status Hadis di atas akan dimulai dengan kritik sanad, yaitu mengkritik para perawi yang merawikan Hadis tersebut. 
a. Anas ibn Malik dinilai tsiqah. 
b. Hisyam ibn ‘Ammar dinilai tsiqah. 
Dikarenakan karena masing-masing jalur terdapat sanad yang sama, maka dapat disimpulkan bahwa Hadis di atas adalah hasan.

1.2. Kritik Matan
 Berdasarkan paparan di atas jelas bahwa matan Hadis di atas tidak bertentangan dengan Alquran dan Hadis mutawatir. Dengan demikian, Hadis di atas dapat dijadikan sebagai hujjah bahwa pendidikan merupakan kewajiban sekaligus hak bagi setiap Muslim, laki-laki dan perempuan di manapun berada atau dengan kata lain Islam sejak awal telah memberikan ruang yang begitu lebar semua penganutnya untuk memperoleh pengetahuan. Ini yang penulis maksud dengan demokrasi pendidikan.
Dengan demikian tampaklah bahwa demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan anak didik, serta juga dengan pengeola pendidikan. Karena itulah demokrasi pendidikan dalam pengertian yang lebih luas, patut selalu dianalisis sehingga memberikan manfaat dalam praktek kehidupan dan pendidikan yang paling tidak mengandung hak-hak sebagai berikut:
a. Rasa hormat terhadap harkat dan martabat sesama manusia. Dalam hal ini demokrasi dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin persaudaraan hak manusia dengan tidak memandang jenis kelamin, umur, warna kulit, agama dan bangsa.
b. Setiap manusia memiliki perubahan ke arah pikiran yang sehat. Dengan acuan prinsip inilah yang melahirkan adanya pandangan bahwa manusia itu haruslah dididik, karena dengan pendidikanlah manusia akan berubah dan berkembang kearah yang lebih sehat dan baik serta sempurna.
c. Rela berbakti untuk kepentingan dan kesejahteraan bersama. Dalam konteks ini, pengertian demokrasi tidaklah berarti dibatasi oleh kepentingan individu-individu lain, atau dengan kata lain bahwa seseorang menjadi bebas karena orang lain menghormati kepentingannya.
2. Hadis Kedua
2.1. Kritik Sanad
 Berdasarkan penulis tentang Hadis yang berbunyi: 
اطلبوا العلم من المهد الى اللحد
dengan menggunakan bantuan Program Windows Maktabah al-Saymilah, penulis menyimpulkan sementara bahwa Hadis yang dianggap Hadis seperti di atas adalah bukan Hadis.
Dalam kitab Kasyfu Al-Zunnun, ungkapan ini dimasukkan ke dalam kategori Hadis bab kewajiban menuntut ilmu, yaitu dalam pandangan kesepuluh dari para ulama tentang belajar, yang dalam hal ada beberapa pencerahan tentang belajar itu sendiri. Mengenai hal ini penulis akan menjelaskan lebih lanjut dalam pembahasan pemahaman Hadis. Namun tidak ada periwayatan lain yang mendukung pendapat tersebut. Dalam kitab Abjad al-‘Ulum disebutkan bahwa ungkapan tersebut merupakan penjelasan dari Hadis yan
g diriwayatkan oleh At Tirmidzi yang berbunyi: 
2610- حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ حَفْصٍ الشَّيْبَانِيُّ الْبَصْرِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ وَهْبٍ عَنْ عَمْرِو بْنِ الْحَارِثِ عَنْ دَرَّاجٍ عَنْ أَبِي الْهَيْثَمِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَنْ يَشْبَعَ الْمُؤْمِنُ مِنْ خَيْرٍ يَسْمَعُهُ حَتَّى يَكُونَ مُنْتَهَاهُ الْجَنَّةُ.

 Dijelaskan dalam kitab tersebut bahwa waktu menuntut ilmu yang baik adalah:
ان زمان الطلب من المهد الى اللحد
Artinya ia hanya sebagai penjelas kapan sebaiknya menuntut ilmu itu dilaksanakan, yaitu mulai dari buaian sampai ke tiang lahat. Dengan demikian, jika kita berasumsi bahwa pernyataan tersebut adalah Hadis, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa Hadis tersebut adalah Maudhu’ atau Palsu. Dengan alasan tidak adanya sanad atau periwayatan-periwayatan lain yang mendukung bahwa ini adalah ini adalah sebuah Hadis. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ibn Al-Mubarak bahwa “sanad itu termasuk bagian agama.” Seandainya tidak ada sanad, maka tiap orang dapat berbicara sekehendaknya. 
2.2. Kritik Matan
 Melihat dari sisi matan tidak ada illat atau syadz di dalamnya. Karena tidak bertentangan dengan Alquran maupun Hadis mutawatir bahkan Hadis maudhu ini sejalan dengan konsep Alquran tentang keharusan menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan sepanjang hidup. Artinya Hadis maudhu’ ini memberikan motivasi bahwa pendidikan itu terjadi sepanjang hayat. Sepanjang Hadis maudlu’ ini tidak bertentangan dengan Alquran, Hadis mutawatir, akal sehat, tujuan pokok ajaran Islam, serta sunnatullah maka kita bisa menggunakan Hadis ini sebagai motivasi dalam mencari ilmu. 
Artinya konsep tersebut sejalan dengan konsep Alquran tentang keharusan menuntut ilmu dan memperoleh pendidikan sepanjang hidup. Dari ungkapan tersebut menunjukkan ide yang terdapat dalam khazanah pemikiran Islam melalui ide long life education yang dipopulerkan oleh Paul Lengrand dalam bukunya An Introduction to life long education. 
C. Penutup
 Islam telah memberikan dasar-dasar pendidikan dalam Hadis Nabi saw. di antaranya adalah demokrasi pendidikan dan pendidikan sepanjang hayat. Berdasarkan telaah Hadis sebagaimana diungkapkan di atas, Hadis tentang demokrasi pendidikan termasuk dalam kategori hasan. Sedangkan Hadis tentang pendidikan dari buaian sampai liang lahat bukan merupakan Hadis, tetapi hanya qaul al-hukama’.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Nizar. Studi Hadis: Teori dan Metodologi. Yogyakarta: UGM Press, 2007.

Al-Asqalani, Ibn Hajar. Al-Ishabah, jilid IV, Beirut: Dar al-Fikr, 1409 H/1989 M.

Al-Asqalani, Ibn Hajar. Taqrib al-Tahzib, jilid II, Beirut: Dar al-Fikr, 1990.

Al-Hanafiy, Musthafa ibn ‘Abdullah al-Qastantainy al-Rumi. Kasyfu Zunnun. Beirut: Darul Kitab Al’Ulumiyah, 1992. 

Al-Qanuji, Siddiq ibn Hasan. Abjad Al ‘Ulum. Beirut: Darul Kitab Al’Ulumiyah, 1978.

Makagiansar, M. Continuing Education in Asia and the Pasific. Bangkok: UNESCO Principal Press, 1987. 

Shihab, Umar. Kontekstualitas Alquran. Jakarta: Penamadani, 2005.
Latest
Previous
Next Post »
Show comments
Hide comments